Rabu, 01 Februari 2017

Malam itu, Malaikat Jibril Memeluk Rasulullah Tiga Kali

Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. Semoga Allah Ta’ala kurniakan shalawat kepada Nabi Muhammad yang telah mengantarkan Islam kepada kita. Assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarokatuh. Salam untukmu, wahai Nabi, dan rahmat juga berkah dari Allah Ta’ala untukmu.
Betapa mulianya Rasulullah, sepanjang hidup dan matinya adalah keberkahan. Sosoknya memesona, akhlaknya mulia. Dialah manusia yang dipuji oleh sesama makhluk dan Khaliqnya. Dialah pribadi yang disanjung di bumi dan langit. Namanya akan harum dalam kebaikan, senantiasa disebut berkali-kali dalam sehari, di sepanjang waktu, oleh milyaran manusia dan malaikat yang jumlahnya tak terkira.
Kemuliaan dan keberkahannya dimulai sejak kecil. Ketika anak-anak seusianya melihat permainan dan pertunjukan musik yang melenakkan di kalangan kaum Quraisy, Muhammad bin Abdullah kecil tertidur. Lantas, saat terbangun, acara musik dan kesia-siaan itu telah usai. Saat ada temannya yang mengajak pada kesempatan lain, dengan polos ia berucap, “Aku tidak diciptakan untuk itu.”

Memasuki dewasa, kebijaksanaan dan kebersihan hatinya makin bertambah. Ia galau dengan kekafiran, kebodohan dan kemaksiatan kaumnya. Maka, ia sering merenung, menyendiri bersama Tuhannya. Ia memilih Gua sebagai tempat yang tinggi nan hening, untuk berdua bersama Rabbnya.
Tepat di malam itu, saat ia telah menikah dengan Khadijah yang mulia, ia didatangi Duta Langit. Jibril namanya. Duhai mulianya, seorang manusia didatangi oleh malaikat. Makhluk yang terbuat dari tanah itu, disambangi makhluk Allah Ta’ala yang terbuat dari cahaya.
Duta langit yang merupakan imam para malaikat tidaklah datang dengan percuma. Ada misi agung yang dibawanya. Apalagi, dia tidaklah turun kecuali karena menerima perintah Zat yang telah menciptanya. Malam itu, tercatatlah sebuah peristiwa agung yang akan senantiasa memesona dalam perbincangan sejarah dan peradaban. Malam itu, Nabi Muhammad yang manusia biasa itu, dipeluk oleh Malaikat Jibril sebanyak tiga kali.
“Bacalah,” kata Jibril.
Nabi menjawab, “Sungguh,” ucapnya terbata, “aku tidak bisa membaca.”
Kemudian, lanjutnya, Jibril mengambil dan memelukku hingga aku kelelahan. Tak lama, Jibril melepaskan pelukkannya.
“Bacalah,” Jibril masih memberikan instruksi yang sama.
Maka Rasul yang buta huruf itu menjawab serupa, “Sungguh,” ujarnya gugup, “aku tak kuasa membaca.”
Lalu, sabda Rasul meneruskan, Jibril mengambil dan memelukku untuk yang kedua kali. Lalu melepaskanku.
Terakhir, Jibril masih mengatakan kalimat serupa, “Bacalah,” pungkasnya tegas.
Dan, sosok mulia yang memang tak pandai baca tulis itu menjawab serupa, “Sungguh,” hentinya sejenak, “aku tak mampu membaca.”
Karenanya, katanya menerangkan, Jibril mengambil dan memelukku untuk ketiga kalinya.
Kemudian Jibril membacakan surah al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai wahyu pertama yang diturunkan di Gua Hira’.
Itulah pelukan Jibril kepada Muhmmad Saw. Pelukan imam malaikat kepada imam manusia. Pelukan berjuta makna dan mustahil ditafsirkan dengan kata oleh sastrawan mana pun. Lepas diberi wahyu seraya dipeluk tiga kali malam itu, perjuangan Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terakhir akan segera dimulai. [Pirman]


cr: http://kisahikmah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar